People

Mengisahkan seorang pria paruh baya yang tinggal di sebuah desa yang masih asri. Suatu sore yang tenang, Kakek duduk di ruang tamunya, menikmati secangkir susu dan rokok sambil mendengarkan radio tua kesayangannya. Namun, ketenangan itu terusik oleh sebuah berita di radio: akan ada proyek pembangunan besar di desanya yang dikabarkan akan memberikan kemajuan, tetapi juga berpotensi mengancam keindahan dan kelestarian lingkungan. Berita ini langsung memicu keinginan mendalam dalam diri Kakek, Sambil ia melarikan imajinasinya ke lokasi bukit di belakang rumahnya yang masih sangat asri, dipenuhi sawah terasering dan pepohonan hijau. Dalam lamunan ini, ia melihat bukit itu dalam kondisi dipenuhi bangunan megah dan mewah. Namun, kedamaian visual imajinasinya perlahan-lahan mulai terusik. Orang-orangan sawah yang biasanya berdiri kaku dan diam di tengah sawah, kini mulai bergerak menakut-nakuti kakek, orangan sawah tidak lagi berfungsi sebagai penjaga tanaman, melainkan sebagai simbol kemarahan,bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan tersebut.Orang-orangan sawah tersebut adalah gambaran visualisasi amarah kolektif masyarakat desa atas potensi kerusakan lingkungan yang akan menimpa daerah mereka jika rencana pembangunan itu benar-benar terjadi. Mereka menunjuk ke arahnya, seolah menyalahkan atau memberinya peringatan. Mereka adalah representasi dari suara-suara yang takut, marah, dan ingin melawan perusakan alam yang mereka cintai. Kakek Jaga terbangun dari lamunannya dengan perasaan tertekan dan ketakutan. Ia menyadari bahwa “tau-tau” (orang-orang) bukit yang ia cintai bisa hilang atau berubah, dan ia harus memutuskan, apakah ia akan membiarkan ketakutan itu membungkamnya, atau menjadikannya motivasi untuk bertindak. Film ini adalah refleksi tentang kerentanan alam di hadapan modernisasi dan perjuangan seseorang dalam menjaga warisan lingkungannya.