Bayangkan rasanya duduk di bioskop pada tahun 2025 namun menyaksikan jernihnya gambar film dari tahun 1958, tentu terasa asing sekaligus nostalgik. Suasana itulah yang terasa hangat di Jogja-NETPAC Asian Film Festival ke-20 (JAFF20) saat pemutaran perdana hasil restorasi 4K film Asrama Dara (Girls’ Dormitory) (Usmar Ismail, 1958) pada Sabtu (06/12). Film klasik ini ditayangkan di layar lebar JAFF20 hasil kolaborasi antara Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia bersama Usmar Ismail Cinema Society (UICS) dan Sinematek Indonesia.
Pemilihan Asrama Dara sebagai proyek restorasi tahun 2024 memiliki alasan yang kuat dan menarik. Perwakilan dari Kementerian Kebudayaan Panji Wibisono mengungkapkan keinginan untuk menampilkan sisi lain dari Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail. Jika sebelumnya publik lebih mengenal karya Usmar Ismail lewat tema perjuangan seperti pada film Darah dan Doa (1950) maka Asrama Dara hadir untuk menunjukkan kepiawaian bapak perfilman Indonesia dalam menggarap genre drama musikal.
Langkah penyelamatan ini menjadi sangat penting mengingat materi asli film tersebut hampir punah dan selama ini tersimpan di Sinematek. Melalui proses restorasi tersebut penonton hari ini bisa kembali menikmati akting memukau dari Suzanna muda yang kala itu memenangkan penghargaan pemeran anak terbaik di Festival Film Asia tahun 1960. Kisah para gadis di asrama ini terbukti masih relevan dan mampu memancing tawa serta antusiasme penonton lintas generasi. Film diakhiri dengan presentasi perbedaan gambar dari sebelum dan sesudah direstorasi.
Semangat pelestarian ini diharapkan terus berlanjut untuk menjaga warisan sinema bangsa. Kepala Sinematek Indonesia Fahri Hanif menegaskan komitmen lembaganya yang terbuka bagi siapa saja. Ia menyampaikan bahwa Sinematek siap menerima dan merawat titipan arsip film maupun skenario secara gratis demi kepentingan studi serta penelitian di masa depan.
Penulis: Meutia Rafa Anandita
Foto: Tim Dokumentasi JAFF
