Skip links

Manifesto Arsip Film dalam Pembukaan JAFF20

Hari ini JAFF memasuki usia ke-20 tahun, sebuah rentang waktu yang cukup panjang untuk melihat bagaimana sebuah ekosistem tumbuh, namun juga cukup pendek untuk menyadarkan kita betapa rapuhnya ingatan jika tidak dijaga.

Dua puluh tahun lalu, di edisi pertama JAFF, kami membuka festival dengan film Opera Jawa. Ironisnya, di usia festival yang sudah dewasa ini, kami tidak lagi memiliki akses ke materi film tersebut di Indonesia. Untuk memutar kembali film pembuka sebagai usaha kami untuk menandai sejarah JAFF, kami harus meminta materi filmnya dari Perancis, sebuah negara yang memiliki sistem arsip yang matang, konsisten, dan menghormati jejak perjalanan sinema.

Teman-teman, hadirin, para pembuat film, dan para pemangku kebijakan, Jika Indonesia ingin dihormati sebagai bangsa yang besar, maka ingatannya harus terus dijaga.

Dan hari ini saya berdiri di sini dengan satu kenyataan pahit:

kita sedang kehilangan ingatan kita sendiri.

Kita bangga dengan pencapaian film Indonesia saat ini: jutaan penonton, festival besar, pasar film baru, talenta muda yang terus muncul. Tetapi semua itu tidak ada artinya di masa depan jika kita tidak bisa menjamin bahwa karya-karya ini akan tetap dapat dilihat oleh anak cucu kita.

Apa gunanya film ditonton 5 juta orang hari ini jika 10 tahun lagi ia hilang tanpa jejak?

Indonesia adalah negara yang kaya artefak, budaya, dan sejarah — dan saya tahu ada banyak perhatian pada benda-benda bersejarah, dokumentasi, dan koleksi masa lalu. Tetapi film adalah juga sebuah artefak. Film adalah juga benda bersejarah.

Ia merekam cara sebuah bangsa memandang dirinya sendiri.

Ia menyimpan suara, bahasa, kegelisahan, dan harapan dari generasi tertentu.

Mempunyai kekuatan besar, tapi di sisi lain ia juga rapuh. Sangat rapuh.

Jika tidak ada strategi nasional untuk arsip film, maka setiap tahun akan ada bagian dari sejarah kita yang hilang. Bukan karena dicuri, bukan karena dirusak — tetapi karena kita sendiri yang tidak peduli untuk menyimpannya.

Di usia 20 tahun JAFF, izinkan kami menyampaikan ini sebagai sebuah manifesto moral:

Sudah saatnya pemerintah Republik Indonesia menempatkan Arsip Film sebagai prioritas kebudayaan.

Bukan sekadar regulasi, tetapi investasi jangka panjang:

infrastruktur, laboratorium preservasi, restorasi, digitalisasi, dan yang terpenting — komitmen untuk menjaga memori bangsa.

Negara yang tidak memiliki arsip film bukan hanya negara yang kehilangan sejarah, tetapi negara yang tidak percaya bahwa masa depannya layak dibentuk dengan ingatan yang benar.

Kami di JAFF berkomitmen menjadi bagian kecil dari usaha ini.

Tetapi tanpa kebijakan nasional, tanpa kepemimpinan pemerintah, tanpa strategi yang nyata, maka apa yang kita lakukan hanyalah menahan pasir dengan tangan kosong.

Dua puluh tahun adalah usia kedewasaan.

Dan di usia ini, JAFF memilih untuk menyuarakan sesuatu yang mungkin tidak nyaman, tetapi perlu:

Bangunlah arsip film Indonesia.

Sebelum semuanya terlambat.

Sebelum generasi mendatang hanya bisa mengenang bahwa kita pernah punya masa kejayaan perfilman Indonesia— tetapi tidak satu pun tersisa.

 

Yogyakarta, 29 November 2025.

Terima kasih.

Leave a comment