JAFF20 Menjadi Pusat Inovasi Sinema Asia melalui Netflix Creative Asia Showcase
Hari keempat Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-20 kemarin (2/12) menandai momen penting ketika Ballroom Hotel Tentrem Yogyakarta menjelma menjadi ruang temu inovasi sinema Asia. Melalui Netflix Creative Asia, hadir para talenta visioner dari berbagai negara Asia Tenggara dalam sebuah rangkaian acara yang menyoroti perkembangan pesat narasi dan produksi sinema kawasan ini. Tiga sesi utama berlangsung secara dinamis mengulas film genre, proses kreatif, dan keunggulan produksi, sebelum kemudian ditutup dengan konferensi pers yang mengumumkan kolaborasi besar Netflix dengan ikon sastra Indonesia, Dee Lestari.
Acara dibuka dengan enerjik lewat “Netflix SEA Zombie Showcase”, yang menampilkan tiga film terobosan yang mendefinisikan ulang genre zombie dengan pendekatan lokal yang kuat, Abadi Nan Jaya (Indonesia), Ziam (Thailand), dan Outside (Filipina). Sesi ini menghadirkan para sutradara, Kimo Stamboel, Kulp “Tent” Kaljareuk, dan Carlo Ledesma, yang berbagi proses kreatif serta tantangan produksi dalam menghidupkan “mayat hidup” melalui perspektif budaya masing-masing.
Kimo Stamboel, sutradara Abadi Nan Jaya (The Elixir), menekankan pentingnya identitas budaya dalam karyanya. Ia menyebut bahwa film ini bukan sekadar deretan jump scare, tetapi upaya menautkan kiamat zombie dengan kearifan lokal dan lanskap Indonesia. “Kami membawa kiamat zombie yang terasa benar-benar milik kita sendiri—berakar pada geografis kita dan humor kita,” ungkapnya, menunjuk visi Netflix terhadap pendekatan hyper-local yang mampu menjangkau audiens global.
Sementara itu, Kulp Kaljareuk mengulas bagaimana Ziam menyatukan aksi Muay Thai dengan horor, dan Carlo Ledesma membahas pendekatan psikologis dalam Outside, yang menjadikan dinamika keluarga sebagai inti ketegangan. Ketiganya menunjukkan bahwa genre zombie di Asia Tenggara penuh dengan ide segar dan narasi penuh adrenalin yang belum pernah ada sebelumnya.
Sesi kedua, “Creator x Creator Conversation”, membawa audiens ke ranah diskusi pemikiran mendalam antara dua sineas paling berpengaruh di kawasan, Joko Anwar (Indonesia) dan Erik Matti (Filipina).
Dalam percakapan yang setara sebuah masterclass, keduanya mendiskusikan fenomena “Horror Asia” dan bagaimana mitos serta takhayul lokal diterjemahkan untuk penonton global tanpa kehilangan keotentikannya. Joko Anwar, yang baru saja sukses dengan Nightmares and Daydreams, menggarisbawahi bahwa horor adalah medium kuat untuk komentar sosial. Erik Matti, sutradara On the Job dan serial BuyBust, menekankan pentingnya keberanian bercerita apa adanya.
“Dunia tidak butuh tiruan Hollywood yang mulus; mereka ingin melihat panasnya kota kita, bisingnya jalanan kita, dan jiwa dari tempat kita berasal,” tegas Matti, memperkuat urgensi menjaga suara sinema Asia Tenggara yang mentah dan autentik.Sesi ketiga, “SEA Production Panel”, mempertemukan para pelaku kunci dari bidang produksi dan pascaproduksi. Panel berisi Jeab Piyaporn Indageha (Produser Dalah: Death & The Flowers), Chartchai “Nat” Ketnust (CEO White Light Post), dan Astrid Sambudiono (Penata Rias Efek Khusus untuk Abadi Nan Jaya dan Gadis Kretek). Diskusi dipandu oleh editor terkemuka Lee Chatametikool.
Para panelis membahas perkembangan pesat teknologi film dan peningkatan keterampilan kru lokal agar mampu memenuhi standar global. Astrid Sambudiono berbagi pengalaman menciptakan efek praktis yang mendorong batas realisme, sementara Nat Ketnust memaparkan perkembangan penataan gambar dan efek visual kelas dunia yang kini tersedia di kawasan. Kesimpulan mereka tegas: Asia Tenggara telah bertransformasi dari sekadar lokasi outsourcing menjadi pusat talenta teknis yang mampu menangani narasi kompleks beranggaran besar.
Hari itu ditutup dengan konferensi pers yang paling dinantikan, menghadirkan kejutan terbesar. Netflix secara resmi mengumumkan adaptasi serial dari tiga novel terlaris karya Dee Lestari, menandai kolaborasi monumental antara salah satu penulis paling berpengaruh di Indonesia dan para sutradara perempuan visioner Asia.]
Saat jajaran sutradara diumumkan, ballroom pun pecah oleh tepuk tangan:
- Aroma Karsa, disutradarai oleh Kamila Andini. Dengan gaya visual yang puitis seperti dalam Gadis Kretek, Kamila dianggap pilihan sempurna untuk menghidupkan dunia Raras Prayagung dan Jati Wesi yang magis dan kaya aroma.
- Rapijali, diarahkan oleh Sabrina Rochelle Kalangie. Dengan estetika cerah serta sensibilitas kuat pada kultur anak muda, Kalangie siap membawa perjalanan musikal Ping ke layar.
- Perahu Kertas, dipastikan menjadi judul ketiga, dengan sutradara yang akan diumumkan menyusul.
Dee Lestari, yang naik ke panggung bersama para pembuat film, menyampaikan rasa harunya. “Melihat cerita-cerita ini bertransformasi dari teks menjadi serial visual bersama para sutradara luar biasa adalah impian yang terwujud,” ujarnya. Pengumuman besar ini merangkum tema Transfiguration JAFF20, menandai era baru ketika sastra Indonesia dan platform global bertemu untuk menghadirkan cerita lokal ke panggung dunia.
Penulis: Pulung Aruna Bhumi
Foto: Netflix


