Skip links

Perayaan Dua Dekade JAFF Telah Dibuka
Melalui Manifesto Arsip, JAFF Memberi Seruan Strategi Nasional untuk Arsip Film

Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-20 resmi dibuka pada Sabtu, 29 November 2025 di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Yogyakarta. Dalam usianya yang telah resmi mencapai dua dekade dalam edisi tahun ini, JAFF mengusung tema “TRANSFIGURATION” yang menggarisbawahi transformasi krusial sebuah festival film yang telah berlangsung selama dua puluh tahun, sebuah periode panjang sebuah festival untuk merefleksikan secara mendalam dengan menakar capaian selama ini maupun cita-cita yang belum sepenuhnya terwujud. Upacara pembukaan dihadiri dan dimeriahkan oleh ratusan tamu undangan dan penonton yang penuh semangat menyambut dimulainya festival film internasional yang dinantikan tiap jelang akhir tahun. 

Antusiasme pengunjung memadati pembukaan JAFF20, mulai dari mereka yang sudah pengunjung setia, sampai yang baru pertama kali hadir seperti Killa yang mengaku sangat antusias sampai “memborong semua film” demi merasakan kemeriahan edisi ke-20. Kemeriahan itu juga disambut para sineas, seperti aktor Arswendy Bening Swara yang menyebut JAFF “benar-benar meriah dan dahsyat!”. Sementara aktor dan sutradara Reza Rahadian, yang baru saja meraih Piala Citra FFI sebagai Film Terbaik untuk film pertama yang ia sutradarai, Pangku (On Your Lap), tahun ini berkolaborasi dengan JAFF20 dalam program Reza Rahadian: 20 Years Reflection. “JAFF ini wadah untuk kita berkumpul dan saling berdiskusi soal bagaimana film-film Indonesia, dan juga Asia ke depannya,” tutur Reza saat ditemui menghadiri Malam Pembukaan JAFF20.

Pada malam upacara pembukaan JAFF20 kemarin, diadakan beberapa kegiatan yang dihadiri oleh banyak sosok penting baik dari pejabat pemerintahan maupun tokoh industri film Indonesia serta Asia. Upacara pembukaan dibuka dengan pemutaran cuplikan enam film yang pernah ditayangkan sepanjang dua puluh tahun sejarah JAFF. Pemutaran diiringi lagu soundtrack dari masing-masing film yang dibawakan dengan megah oleh Gadjah Mada Chamber Orchestra dan Paduan Suara  Universitas Gadjah Mada, di antaranya The Handmaiden dari JAFF19, Muksin dari JAFF2, In the Mood for Love dari JAFF17, Kantata Takwa dari JAFF3, Asrama Dara dari JAFF20, dan My Neighbor Totoro dari JAFF12. 

Prosesi pembukaan dilanjutkan oleh sambutan dari Festival Founder Garin Nugroho yang menegaskan bahwa pembukaan JAFF20 ini adalah momen syukuran bersama bagi semua pihak yang telah mendukung festival selama dua dekade hingga menjadikannya salah satu yang terbesar di Asia dan turut membentuk Yogyakarta sebagai kota sinema. Melalui tema “TRANSFIGURATION”, ia menyoroti bagaimana JAFF membuka ruang dialog dan kolaborasi sinema Asia, dari pertukaran pengetahuan hingga peluang pendanaan.

Sambutan dilanjutkan oleh Festival Director Ifa Isfansyah. Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan pidato “Manifesto Arsip Film dalam Pembukaan JAFF20”. Sebuah pernyataan sikap yang berangkat dari keresahan bersama atas masih minimnya kesadaran pengarsipan film. Dalam manifesto tersebut ditegaskan bahwa ingatan sinema adalah fondasi kebudayaan yang rapuh jika tidak dirawat. JAFF menyerukan bahwa pencapaian industri film saat ini tidak akan berarti bagi generasi mendatang jika karya-karya yang ada tidak dijamin keberlangsungannya. Film adalah juga artefak budaya yang menyimpan suara, bahasa, cara pandang, dan harapan suatu generasi. Film kuat dalam makna, namun rapuh secara material.

“Kami di JAFF berkomitmen menjadi bagian kecil dari usaha ini. Tetapi tanpa kebijakan nasional, tanpa kepemimpinan pemerintah, tanpa strategi yang nyata, maka apa yang kita lakukan hanyalah menahan pasir dengan tangan kosong. Dua puluh tahun adalah usia kedewasaan. Dan di usia ini, JAFF memilih untuk menyuarakan sesuatu yang mungkin tidak nyaman, tetapi perlu: Bangunlah arsip film Indonesia. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum generasi mendatang hanya bisa mengenang bahwa kita pernah punya masa kejayaan perfilman Indonesia— tetapi tidak satu pun tersisa,” ucap Ifa Isfansyah menutup manifestonya. 

Dalam pidato selanjutnya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., menanggapi Manifesto Arsip Film dengan menegaskan bahwa isu arsip film yang diangkat oleh JAFF selaras dengan perhatian dan agenda Kementerian. Ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama melaksanakan apa yang telah disampaikan, yang sangat penting bahwa bagaimanapun arsip film ini merupakan warisan budaya, kekayaan budaya, yang luar biasa sangat penting. Pemerintah perlu adanya pembuatan museum film yang lebih representatif termasuk untuk menyimpan dan membuka aksesnya guna kepentingan publik.

Gelaran JAFF ke 20 ini terasa semakin spesial dengan pemutaran “Video 20 Tahun JAFF by Indra Sukmana & Wahyu Agung” yang mengungkap perjalanan dan perjuangan JAFF sejak diinisiasi pada 2006 dan bertahan melampaui krisis demi krisis demi memberi cahaya bagi sinema Asia. Kemudian, sebagai tribut mengenang kembali awal lahirnya JAFF, film karya Garin Nugroho, Opera Jawa, kembali diputar dalam format aslinya, seluloid 35mm. Dalam kesempatan terpisah, Artika Sari Devi, pemeran utama Opera Jawa, merasa terharu filmnya diputar lagi. Ia menyimpulkan bahwa JAFF tahun ini “benar-benar kaya”, karena berhasil menciptakan kolaborasi antar generasi dan menjadi kesempatan untuk bernostalgia bersama.

JAFF20 berlangsung sampai 6 Desember 2025 menampilkan total 227 film dari 43 negara Asia Pasifik. Jadwal lengkap program JAFF20 dan cara membeli tiket secara regular dapat ditemukan di akun media sosial resmi @jaffjogja dan situs resmi, jaff-filmfest.org. Tiket dapat diakses melalui situs resmi jaff-filmfest.org dan dibeli di TIX.ID.

Leave a comment