artwork 4

PANORAMA

Catatan Program: Panorama

Edisi JAFF tahun lalu sempat dihiasi oleh beberapa film panjang yang sebelumnya sempat berkeliling dalam festival-festival internasional sepanjang tahun sebelum akhirnya JAFF ikut menjadi tempat berlabuhnya film-film tersebut. Kami memasukkannya dalam program Asian Perspectives. Alhasil secara jumlah, Asian Perspectives menjadi lebih gemuk. Terlalu gemuk mungkin. Secara statistik angka penonton dan tingkat keterisian, film-film jebolan festival tentu dikenal dan banyak peminatnya. Tetapi festival yang baik pilihan filmnya tidak bergantung berdasarkan popularitas saja, tapi juga soal identitas dan nilai festival itu sendiri yang menjadikannya istimewa dan bertahan bukan hanya kosmetik yang perlahan akan kadaluarsa.

 

 

Kami lalu memilih film-film yang semuanya telah hadir dalam kalender festival dunia. Ada keragaman dan eksplorasi yang kami sasar. Kami mengeluarkannya dari program Asian Perspectives dan membuat debut program tahun ini bernama Panorama. Panorama adalah program pemutaran film-film Asia yang telah melanglang buana ke berbagai festival internasional, serta telah mendapatkan atensi publik di berbagai tempat. Melalui program ini, penonton tidak hanya akan menyaksikan film yang dianggap penting pada jejak kekaryaan sineas, melainkan juga dapat menelaah isu yang dianggap signifikan pada tahun tersebut. Panorama adalah pandangan luas dan bebas tentang Asia yang dilihat dunia.

 

 

Sembilan film mengisi program Panorama JAFF ke-17. Tiga film Iran: Holy Spider dari Ali Abbasi, Leila’s Brothers dari Saeed Roustaee dan No Bears dari Jafar Panahi ada dalam program tahun ini. Holy Spider berkisar pembunuhan berantai sebagai sebuah kritik terhadap masyarakat Iran yang menciptakan masyarakat pembunuh yang telah mengakar menjadi misoginis. Leila’s Brothers mengarah ke kelas-kelas sosial ekonomi yang mulai retak di masyarakat Iran lewat pergumulan ekonomi seorang perempuan yang harus menjadi pemain utama dalam menyelamatkan keluarganya sendiri dari ledakan yang bisa terjadi kapan saja. No Bears dalam keterbatasan pembuatnya oleh negara masih bereksperimentasi dengan gaya penceritaannya untuk membuat film soal batas: antara manusia dengan manusia, antara tradisi dengan tradisi.

 

 

Tiga film Jepang juga ada dalam program Panorama: Love Life dari Koji Fukada, My Small Land dari Emma Kawawada, dan Small, Slow But Steady dari Sho Miyake. Love Life adalah tentang keterasingan mereka yang tidak mampu berbagi rasa sakit. My Small Land berkisar soal keseimbangan seorang pengungsi yang masih mencari jati diri dan dunia yang masih belum berpihak kepadanya. Small, Slow But Steady tidak hanya sekedar drama olahraga tapi juga menciptakan perempuan tuli yang penuh dengan konflik internal berupa kesepian, kemarahan, dan menjadi perempuan yang “berbeda” dengan tampilan visual dan penggunaan suara yang menjanjikan.

 

 

Joyland dari Saim Sadiq, salah satu yang disebut sebagai film terbaik tahun ini dan menjadi perwakilan Pakistan untuk menembus Academy Awards, juga mengisi program. Joyland adalah kisah tentang gender dan seksualitas yang menyakitkan dengan norma-norma gender yang menyempit dan menyesakkan. The Novelist’s Film, film keduapuluh tujuh Hong Sang-soo juga ada dalam program. Sebuah film yang merayakan keindahan pertemuan kebetulan dan keterusterangan yang memilukan. Terakhir, film terbaru dari Lav Diaz, When the Waves are Gone juga mengisi daftar film. Direkam menggunakan kamera 16mm, When the Waves are Gone berada di pusaran kekerasan brutal Filipina. Kekejaman dan rasa bersalah bercampur dengan trauma yang perlu untuk diperhitungkan.

 

 

Akhir kata, Panorama ditujukan bagi mereka yang ingin turut menjadi bagian dari sinema dunia. Kesempatan menyaksikan film-film terbaik dan diamini lewat pemutarannya di festival film internasional. Beberapa terpilih dengan mengacu kepada semangat JAFF sehingga tidak menjadi pilihan-pilihan keglamoran atau kacamata ekonomi saja. Dengan kata lain, kekayaan estetika, fenomena dan cara berpikir-bertindak ala Asia, keragaman mengisi program juga patut untuk dipertimbangkan.

panorama

Ali Abbasi | 116 minutes | 2022 | Iran | Narrative | Persian | sub. English | 17+

Saim Sadiq | 126 minutes | 2022 | Pakistan | Narrative | Urdu | sub. English | 17+

Saeed Roustaee | 165 minutes | 2022 | Iran | Narrative | Persian | sub. English | 17+

Kôji Fukada | 123 minutes | 2022 | Japan | Narrative | Japanese, Korean, Korean Sign Language | sub. English | 13+

Emma Kawawada | 114 minutes | 2022 | Japan | Narrative | Japanese, Turkish, Kurdish | sub. English | All Ages

Jafar Panahi | 106 minutes | 2022 | Iran | Narrative | Persian, Azerbaijani | sub. English | 13+

Hong Sang-soo | 92 minutes | 2022 | South Korea | Narrative | Korean | sub. English | 13+

Shô Miyake | 99 minutes | 2021 | Japan | Narrative | Japanese | sub. English | 13+

Lav Diaz | 187 minutes | 2022 | Philippines | Narrative | Tagalog | sub. English | 17+