Pendaran Sinema Asia
Budi Irawanto
Festival President
Kita tahu, kebanyakan festival film menghadapi tegangan yang mengakar antara komersial versus seni, bernilai versus glamor, dan budaya kesenangan versus bisnis dalam mendefinisikan programnya. Sejumlah festival film berikhtiar mengatasi tegangan itu dengan mengutamakan yang satu dibandingkan dengan lainnya, sebagian lainnya lagi merawat ketegangan itu secara kreatif dan produktif. Hingga penyelenggaraannya yang ke-18, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) sepenuhnya menyadari tegangan itu dan berusaha tetap membumi tanpa kehilangan identitas.
Bertolak dari latar di atas, godaan terhadap world premiere pada festival film global yang kondang acap memikat pembuat film Asia. Ini karena pengalaman pertama merupakan nilai utama yang dijajakan oleh festival film. Sebagian besar festival menetapkan kriteria bahwa film mestilah menjadi national premiere di negara itu. Tak mengherankan ilmuwan film Janet Harbord dalam bukunya Film Cultures (2002) menulis, “Festival secara efektif menyelubungi sebuah film, melindunginya dari rilisan umum, dan lebih jauh, membatasi sirkulasinya di antara and antar festival film.”
JAFF tak menimbang world premiere sebagai kriteria utama dalam menyeleksi film Asia, alih-alih mengakui dan menghormati keragaman asal film beserta budayanya. Senantiasa ada kepuasan tersendiri bagi JAFF menjumpai karya yang tak biasa, menemukan pembuat film yang membawa harapan dan menjadi saksi atas kebangkitan seorang sutradara film. Karena itu, tahun ini kami memilih ‘Luminescence’ (pendaran) sebagai tema festival yang menggarisbawahi pentingnya memiliki perspektif inklusif dalam melihat sinema Asia dari pelbagai asalnya. Sebagaimana fenomena pendaran di alam, cahaya yang distingtif dari sinema Asia memancar dari karakteristiknya, ketimbang dikonstruksi oleh kekuatan di luar dirinya.
Lebih jauh, ‘luminescence’ mengisyaratkan harapan baru bahwa masa depan sinema Asia barangkali tidak menyembul dari pusat-pusat yang dominan di mana kita telah mengakrabinya. Alih-alih, berasal dari tempat-tempat di mana keunikan dimuliakan dan dirawat. Maka, marilah kita menjadi saksi masa depan gemilang sinema Asia. Selamat menonton!