Pertandingan sepakbola dan sinema sepertinya memiliki kesamaan. Sejumlah manusia datang dengan latar belakang yang berbeda hadir ke suatu tempat. Bedanya kebanyakan dari penonton sepakbola tujuan utamanya untuk mendukung tim kesayangan dengan caranya masing-masing. Kedekatan dan dicintai sedemikian rupa oleh banyak orang menjadikan sepakbola tidak lagi soal sebelas melawan sebelas, tapi juga soal keterikatan, gengsi, harga diri, rasa cinta, dan dukungan tanpa batas atas menang dan kalah. Sepakbola bukan cuma soal pemain yang bertanding, tapi juga milik mereka yang datang dan pulang, mereka yang menyaksikan, mereka yang percaya dalam serentetan peristiwa. Sepakbola adalah kehidupan.
137 orang meninggal dunia dalam sebuah pertandingan sepakbola di Indonesia. Jumlah mencapai angka terdahsyatnya setelah beberapa kali kejadian menewaskan orang atas nama sepakbola. Angka itu tercatat kemudian dalam statistik sebagai jumlah kematian terbanyak kedua dari pertandingan sepakbola. Kerumunan, yang terdiri dari manusia biasa dengan penuh sukacita dan semangat dukungan, dari anak-anak hingga dewasa, tiba-tiba menjadi lautan yang mengerikan setelah beberapa gas air mata dilepaskan ke arah tempat mereka bersorak sebelumnya. Peristiwa yang sebenarnya dapat diselamatkan atau dikondisikan menjadi aman namun tiba-tiba menjadi kuburan tidak layak lagi disebut sebagai musibah. Ketika rasa aman yang harusnya dijaga menjadi malapetaka, jangan-jangan kata yang lebih tepat adalah pembunuhan.
Negara tidak pernah menganggap serius kematian. Baik satu orang dibunuh di udara, ratusan orang dalam sepakbola, hingga ratusan ribu lebih dibunuh, prinsip sebagai sebuah perjalanan yang harus dijalani tanpa hukuman bagi mereka yang bersalah adalah budaya bagi negara ini. Dalam JAFF kali ini, kami berupaya untuk terus mengingat dan mengharapkan pengusutan tuntas. Kami tidak punya kuasa untuk bermain sepakbola senang-senang di atas kuburan korban yang belum mengering tapi kami lebih ke dasar lagi. Memperkenalkan siapa suporter sepakbola Indonesia. Lepas dari citra buruknya yang ditampilkan dari sepotong-potong peristiwa, suporter punya cara mencintai yang berbeda-beda seperti manusia. Suporter adalah bagian dari kita.
Lima film kami tampilkan dalam program Sepakbola untuk Semua. Keterbatasan kami harus memilih beberapa perwakilan suporter saja dan kami memilih untuk tiga suporter yang paling dekat dengan tempat perhelatan kami, Yogyakarta ditambah dengan dua film untuk mengenal kembali siapa kawan-kawan kita Aremania. Diharapkan kita semakin mengenal siapa suporter sepakbola dan bagaimana mereka mencintai klubnya. Tentu disamping itu kita masih terus akan berdiskusi soal tragedi Kanjuruhan dan bobroknya sistem persepakbolaan kita yang diisi oleh kecurangan demi kecurangan, hasil akhir tanpa proses hingga tata kelola dan tata laksana yang jika ada kata lebih buruk dari buruk, itulah yang digunakan.