Sambutan Direktur Program
Alexander Matius
Program Director
Saya mulai menulis ini dengan mengingat kembali apa yang harus dilakukan JAFF setelah edisi ke-17 diterima dengan baik oleh mereka yang berpartisipasi dalam perhelatan. Apa kemudian JAFF sebagai sebuah festival tetap dapat diapresiasi positif oleh semua orang yang mencintai film? Apa JAFF dapat terus menjaga momentum baik di edisi berikut-berikutnya? Hingga apa kebaruan yang harus dilangsungkan pada edisi berikutnya sehingga edisi demi edisi terasa segar?
Saya menyusun program JAFF tahun ini bukan dalam keadaan baik. Tekanan bertubi-tubi membuat saya merefleksikan hidup. Perubahan kadang menyenangkan tapi juga memukul. Situasi yang terus sama melegakan tapi juga bisa membosankan. Lambat laun saya menyadari perubahan tidak harus dipaksakan sebagai upaya sesuatu yang lebih baik yang bersifat selalu sedangkan berada dalam situasi yang sama juga bukan situasi salah yang mutlak. Keduanya harus saling mengisi, bukan mendominasi satu sama lain.
Secara program, JAFF tahun ini masih mempertahankan apa yang sudah JAFF bangun sejak lama. Program-program seperti Main Competition, Light of Asia, Asian Perspectives, Indonesia Screen Awards, Panorama, Classic, Layar Komunitas, Inclusive Screening dan Indonesia Film Showcase tetap kami pertahankan. Emerging, sebuah program baru di tahun lalu untuk memberikan kesempatan ke pembuat film yang karyanya belum pernah ditampilkan di JAFF sebelumnya, juga kami adakan kembali. Kerjasama dengan Layar Indonesiana berjalan di edisi kali ini. Demikian juga beragam aktivitas yang akan terjadi di LPP, persis sebelah pusat pemutaran utama: Empire XXI.
Beberapa hal baru muncul secara organik dalam JAFF. Tahun ini, kami mengadakan program baru bernama Nocturnal yang secara khusus akan bermain di wilayah film genre. Pertunjukan larut malam secara konsisten hiatus dari keseharian kita sejak pandemi menyerang, sehingga akan sangat menyenangkan untuk dapat menyelenggarakan pemutaran semacam itu dan menyapa penonton kembali. Kompilasi film mahasiswa juga semakin luas. Kami bekerja sama dengan dua negara yaitu Qatar dan Hong Kong. Dalam 2023 Qatar Year of Culture Programme, akan ditayangkan kompilasi film pendek dari Qatar dan dua film panjang dari luar Qatar yang didukung lewat Doha Film Institute. Hong Kong Film Gala Presentation akan menayangkan gabungan film panjang klasik dan kontemporer. Kami juga bekerjasama dengan dua sesi berbagi pengetahuan bersama MyLab dan Netflix.
Tahun ini, kami juga menghadirkan program Layar Anak untuk penonton usia dini dan Jogja Showcase yang khusus memutar film-film pendek dari pembuat film Jogjakarta. Selain itu kami mengadakan retrospeksi untuk Tonny Trimarsanto, seorang pegiat dokumenter yang lewat filmnya melintasi kemanusiaan dan bisa dikatakan paling aktif dalam upaya-upaya dokumenter. Selain Tonny Trimarsanto, kami juga mengajak penonton kilas balik perjalanan karya seorang legenda seni peran, Christine Hakim. Christine Hakim telah berada dalam usia emas perjalanan karyanya di Indonesia, bahkan dunia. Beberapa program khusus dalam Special Screening juga siap menyambut penonton yang hadir. Tidak ketinggalan kami mencoba memasukan video musik sekaligus pertunjukan musik Efek Rumah Kaca di dalam bioskop sehingga JAFF tahun ini menjadi semakin terasa lintas bentuk seni budayanya dengan film tetap menjadi penghubungnya.
Bicara soal pengubahan, tahun ini kami menerapkan sistem berbayar untuk para pendaftar. Selain tujuannya adalah menambah saringan sejak awal, biaya yang didapatkan tentunya akan membantu berjalannya festival. Total pendaftar tahun ini adalah 653 pendaftar dari 30 negara. Antusiasme ternyata tetap tinggi dari segi angka pendaftar. Diskusi merangkai program dan memilih film pun menjadi semakin ketat dalam tim program hingga memilih sekitar 200 film dengan 184 film ditayangkan di Empire XXI dari 25 negara.. Dampak yang utamanya terasa adalah sengitnya kualitas film-film pendek pendaftar sehingga kami memutuskan untuk menambah jumlah film pendek yang akan ditayangkan di JAFF ke-18. Secara tidak sengaja, kami memutuskan sembilan film yang akan berkompetisi di Main Competition tahun ini dan semuanya merupakan debut film panjang perdana. Empat film berasal dari Asia Tenggara dan beberapa di antaranya merupakan hasil dari ko-produksi lintas negara. Ini dapat dibaca sebagai potensi semakin menguatnya sinema Asia Tenggara terutama dengan kerjasama antar negara ke depannya.
Pada akhirnya, kebaruan timbul tanpa dipaksakan. Energi kreatif dengan dukungan dari banyak pihak kemudian menjadikan gagasan-gagasan baru hadir secara organik dan itu terasa lebih menyenangkan alih-alih memaksakan kebaruan dengan mengabaikan hal-hal baik yang selama ini berjalan. Ini kemudian melengkapi konsistensi-konsistensi belasan tahun JAFF. JAFF menjadi satu perhelatan yang melebur atas nama film. Menjadi titik temu bagi mereka yang mencintai film apapun bentuknya, apapun profesinya, apapun latar belakangnya, apapun militansinya. Kami berharap JAFF ke-18 dapat memendarkan cahaya sinema Asia Pasifik bagi para pecinta film untuk bisa turut terlibat dengan menikmati dan mengapresiasi semua program (pemutaran demi pemutaran, percakapan demi percakapan, aktivitas demi aktivitas) yang hadir. Karena dengan hal tersebut, JAFF, pembuat film dan penontonnya akan tumbuh bersama secara sehat.