HAPPYEND TERPILIH MEMENANGKAN TOP PRIZE GOLDEN HANOMAN, YOHANNA MEMENANGKAN 5 KATEGORI INDONESIAN SCREEN AWARDS, DAN 1 KAKAK 7 PONAKAN MENJADI PENUTUP JAFF19 YANG MANIS DAN HANGAT
Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta sejak sore tak lantas menurunkan antusiasme para penonton dan pengunjung Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-19 yang setia menanti dan mengikuti rangkaian acara hari terakhirnya. Setelah rangkaian program pemutaran dan non pemutaran di siang sampai sore hari, pada Sabtu, 7 Desember 2024 malam, acara penutupan dilangsungkan di area panggung utama Empire XXI Jogja. Dibuka dengan sambutan Direktur Festival Ifa Isfansyah, yang merasa bangga dengan animo insan perfilman dan penonton yang luar biasa. Ifa juga mengucapkan terimakasih yang besar kepada 124 Festival Staff dan 129 Volunteers yang berhasil menyukseskan JAFF edisi ke-19 ini. Sementara Pendiri JAFF Garin Nugroho dalam kesempatan yang sama berharap agar semangat JAFF yang ada sekarang dapat diselaraskan dan dilanjutkan dengan semangat yang sama pada edisi berikutnya.
Untuk edisi tahun ini, festival film internasional terlama dan terbesar di Indonesia ini menyelenggarakan rangkaian programnya selama 8 hari sejak 30 November lalu, dan hingga hari terakhirnya pada 7 Desember, JAFF19 berhasil memecahkan rekor dengan mendatangkan 24.462 penonton, terbanyak sepanjang penyelenggaraan JAFF dalam 19 tahun terakhir. JAFF tahun ini menayangkan 182 film dari 25 negara, di antaranya 35 film yang melakukan World Premiere dan 68 film tayang perdana di Indonesia. Selain itu juga terdapat 33 sutradara debutan dan 41 sutradara perempuan yang memeriahkan JAFF19 ini.
Setelah sambutan kemudian diumumkan para pemenang Penghargaan JAFF di mana film Happyend, karya sutradara Neo Sora berhasil meraih Golden Hanoman, penghargaan tertinggi dalam pagelaran JAFF. Happyend dianggap sebagai bentuk perlawanan pemuda di Jepang dalam melawan sistem di negaranya yang dirasa semakin menindas warga, yang berhasil dikemas secara menarik dalam film ini. Sutradara Neo Sora tidak dapat hadir namun menyempatkan memberikan video pidato kemenangannya di mana ia menyatakan sangat senang dan bangga dengan penghargaan ini, apalagi film ini merupakan karya film panjang fiksi pertamanya dan langsung mendapat gelar tertinggi di JAFF.
Sementara untuk peraih gelar Silver Hanoman diraih oleh Viet and Nam, karya sutradara Truong Minh Quy. Viet and Nam dianggap sebagai representasi kisah cinta sesama jenis yang memilukan dan pedih akibat sisa-sisa peperangan di Vietnam. Sebuah kisah yang berhasil diangkat secara melankolis dan pilu dari sudut pandang seorang pemuda.
Dalam kategori Indonesian Screen Awards, film Yohanna garapan sutradara Razka Robby Ertanto berhasil mendominasi dengan memenangkan 5 penghargaan, di antaranya adalah Best Film dan Best Directing. Menurut para juri kompetisi Indonesian Screen Awards, Anthony Chen, Liz Shackleton, dan Shozo Ichiyama, Yohanna berhasil menyajikan potret masyarakat yang terpinggirkan di daerah pedesaan di Indonesia dengan jujur dan tulus. Dalam sesi wawancaranya bersama media, sutradara Razka Robby Ertanto mengaku sangat bangga dan senang sekali dapat meraih 5 piala pada JAFF tahun ini, sebuah kebanggaan untuk akhirnya menerima apresiasi di negerinya sendiri. Ia juga merasa terhormat ketika karyanya kembali masuk dalam edisi JAFF kali ini setelah tahun 2018, pada film sebelumnya, Ave Maryam juga berhasil masuk di festival ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan Direktur Program JAFF Alexander Matius yang mempersembahkan film penutup JAFF19, 1 Kakak 7 Ponakan. Film drama keluarga terbaru karya sutradara Yandy Laurens, yang pada Festival Film Indonesia 2024 lalu meraih Piala Citra kategori Penulis Skenario Asli Terbaik, bersama hampir semua pemeran utamanya hadir di panggung utama JAFF menyampaikan terima kasihnya kepada JAFF dan penontonnya yang telah memberikan antusiasme yang besar untuk film ini. Penayangan 1 Kakak 7 Ponakan di JAFF sekaligus menjadi world premiere film tersebut.
Film #SAKATUPO diadaptasi dari cerita karya Arswendo Atmowiloto, berkisah tentang MOKO (Chicco Kurniawan), seorang arsitek muda yang sedang berjuang meraih mimpi dan cintanya, namun tiba-tiba harus menjadi orang tua tunggal bagi keponakan-keponakannya setelah kematian mendadak kakak-kakaknya.
Penonton yang memenuhi kelima studio XXI Empire Jogja untuk menyaksikan perdana film 1 Kakak 7 Ponakan ketika ditemui mengaku sangat menyukai film baru garapan Yandy Laurens ini. Salah satunya, Ithiffa, yang keluar dari studio dengan mata sembab karena menangis seusai menonton film 1 Kakak 7 Ponakan atau disebut #SAKATUPO secara singkat. “Penempatan film ini sebagai closing film adalah pilihan yang sangat tepat. Terima kasih JAFF. Film ini bagus banget dan menyentuh secara personal, sehingga JAFF ditutup dengan sangat hangat,” ujarnya.
“SAKATUPO menutup JAFF tahun ini dengan begitu hangat. Mengingat JAFF (Jogja) yang diguyur hujan beberapa hari belakangan,” kata Razny Mahardika, sutradara film Wajib Tonton Sebelum Mati yang masuk dalam program Secinta Itu Sama Sinema di JAFF19. “Film SAKATUPO menjadi closing statement yang tepat bagi seluruh penonton JAFF 19, bahwa apapun yang kita alami di sini (JAFF 19), semuanya memberi kehangatan buat kita,” lanjut Razny. Film 1 Kakak 7 Ponakan akan tayang perdana di seluruh bioskop tanah air pada 23 Januari 2025.
Kehangatan yang membekas menjadi kenangan baru yang indah bagi semua penonton dan pengunjung JAFF19 dan sampai jumpa di JAFF20 yang direncanakan digelar pada 29 November sampai 6 Desember 2025.
DAFTAR PEMENANG JOGJA-NETPAC ASIAN FILM FESTIVAL 19
MAIN COMPETITION
JURY MEMBER: AMANDA NELL EU | GINA S. NOER | JULIEN REJL
GOLDEN HANOMAN
Sebuah penghormatan kepada pemuda jepang, yang penuh energi memberontak melawan sistem yang semakin melindas. Sebuah film kontemporer tentang pengawasan secara massal. Sebuah seruan untuk kebebasan!
SILVER HANOMAN
VIET AND NAM – director Trương Minh Quý
A poignant gay love story set in an unreconciled Vietnam, still scarred by the remnants of war and the loss of loved ones. A fascinating sensory journey through coal mines. A melancholic and heartbreaking look at a youth forced to flee their homeland.
NETPAC AWARD
JURY MEMBER: ARIANI DARMAWAN | INTAN PARAMADITHA | LATIKA PADGAONKAR
MA – CRY OF SILENCE – director The Maw Naing
Potret mengharukan mengenai sekelompok pekerja remaja perempuan terhadap struktur ekonomi yang kejam melalui gambar-gambar opresi, protes, dan aksi kolektif.
BLENCONG AWARD
JURY MEMBER: ANGGUN PRIAMBODO | OH JUNG-WAN | SHEILA DARA AISHA
WHEN THE WIND RISES – director Hung Chen
Pengamatan yang brilian dan tajam terhadap perilaku manusia, dibuat dengan kecerdasan dan ketepatan. Penceritaannya sederhana tetapi efektif. Film ini ahli memadukan humor dan emosi untuk menjadi cermin bagi masyarakat, mengemas hasrat dan ketidaksempurnaan kita dengan kejelasan yang luar biasa. Eksekusi yang mulus dan pengaturan komedi tajam yang membuatnya menjadi potret kemanusiaan menyentuh dan mudah dipahami.
SPECIAL MENTION FOR LIGHT OF ASIA SECTION
ANITA, LOST IN THE NEWS – director Behzad Nalbandi
Sebuah karya yang menakjubkan secara visual dan emosional. Merupakan penceritaan yang unik untuk sebuah kisah yang tak terceritakan untuk menghadirkan perspektif yang intim dan menyentak kesadaran. Memilukan sekaligus penuh kasih sayang. Film ini akan selalu melekat di hati dan mengingatkan kita akan kekuatan empati yang universal.
INDONESIAN SCREEN AWARDS
JURY MEMBER: ANTHONY CHEN | LIZ SHACKLETON | SHOZO ICHIYAMA
BEST FILM
YOHANNA – director Razka Robby Ertanto
Para juri tergerak oleh ketulusan dan kejujuran dari potret penuh simpati dari masyarakat yang terpinggirkan di daerah pedesaan di Indonesia. Film ini merupakan salah satu film yang menonjol di antara judul-judul kompetisi lainnya.
BEST DIRECTING
YOHANNA – director Razka Robby Ertanto
Untuk sebuah cerita yang tak pernah mudah ditebak atau merendahkan karakternya.
BEST STORYTELLING
RAZKA ROBBY ERTANTO – film YOHANNA
Untuk sebuah cerita yang tak pernah mudah ditebak atau merendahkan karakternya,
BEST PERFORMANCE
LAURA BASUKI, KIRANA PUTRI GRASELA, IQUA TAHLEQUA – film YOHANNA
Juri terkesan dengan tidak hanya satu, tetapi tiga anggota rombongan yang menghidupkan cerita ini. Atas penampilan mereka yang alami dan memikat.
BEST CINEMATOGRAPHY
Untuk penggunaan kamera yang energik dan mendalam, sekaligus menangkap emosi yang peka dari para tokohnya.
BEST EDITING
AKHMAD FESDI ANGGORO – film THE QUEEN OF WITCHCRAFT
Untuk penyuntingan yang efektif membawa dampak maksimal pada genre ini.
GEBER AWARD
JURY MEMBER: KUSEN DONY HERMANSYAH | RICAS CWU | YEDI LETEDARA
MA – CRY OF SILENCE – director The Maw Naing
Secara naratif, ceritanya sangat sederhana, tetapi isu-isu yang diangkat adalah masalah besar. Pengembangan karakternya sangat baik dan keputusan untuk tidak menampilkan penguasa dan tokoh pria dalam film ini juga tidak kalah penting. Untuk penyuntingan, ritme tempo yang lambat digunakan, tetapi sangat cocok dengan perasaan sunyi dan penderitaan panjang dari para tokohnya. Begitu juga dengan ambient sound dan berbagai efek suara yang banyak digunakan untuk menunjukkan unsur kekuasaan yang selalu meneror mereka. Penggunaan dua ruang aksi sebagai lokasi, yaitu rumah kontrakan dan pabrik, yang benar-benar terkesan seperti penjara atau sangkar bagi para tokoh utama. Sementara itu, nuansa biru pada sinematografi memberikan suasana dingin dan menyeramkan pada ruang-ruang yang mereka tempati. Di tempat-tempat tersebut, hak-hak mereka dirampas dan penonton diperlihatkan bagaimana, dalam keadaan terkurung, mereka tidak berhenti memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas secara paksa. Permasalahan ini tidak jauh berbeda jika dikaitkan dengan konteks Indonesia yang masih memiliki permasalahan yang sama.
JAFF STUDENT AWARD
JURY MEMBER: ANANDA AFTA FIRSTIARKO | MUHAMMAD AKMAL IHSAN | MUHAMMAD FAWWAZ FAUZARRAHMAN | MUHAMMAD RAFI EKA PUTRA | TRI YUNII AULIA
WHEN THE WIND RISES – director Hung Chen
Ketika angin membawa kabar tentang kondisi lingkungan yang kritis, keberanian untuk menyuarakannya dengan lantang tersampaikan dengan baik melalui setiap frame dan representasi tokoh masyarakat dalam film ini.
News Contributor: Lorem Ipsum
Photos: JAFF Documentation Team
